RSS

Trik Kartu

Sore kala itu benar-benar terang benderang, sangat cocok untuk bersantai setelah seharian bekerja atau sekedar bermain agar rasa penat hilang. Namun desa Magicovia tampaknya tidak menggubris hal tersebut. Penduduk desa masih saja bekerja tanpa memperhatikan waktu kerja mereka. Di sela-sela kesibukan desa itu, ada seorang anak yang sepertinya tidak terikat oleh suatu pekerjaan dan lebih memilih bersantai di teras depan rumahnya.

Daniel sedang asyik memainkan kartu miliknya. Walaupun sendiri, ia cukup menikmati permainan itu. Kedua tangannya sangat lincah memindahkan kartu-kartu itu dan dipasangkan sesuai dengan lambang kartunya juga diurutkan sesuai angkanya. Dalam waktu 5 menit, dia berhasil mengurutkan semuanya mulai dari King hingga As.

"Sedang santai-santai, ya?" terdengar suara di ujung jalan. Daniel menoleh ke sumber suara, dia tidak harus memutar otak untuk mengenali suara itu. Karena suara itu milik Martha.

"Tampaknya kau menikmati sekali waktu senggangmu!" lanjut Martha, sedikit menyindir.

"Kenapa? Kau iri, ya?" kata Daniel, kembali mengurusi kartu-kartunya. Dia mengambil satu kartu dan menyelipkannya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya, kemudian tersenyum.

"Kau bercanda? Mengapa aku harus iri denganmu?" elak Martha sedikit tersinggu dengan perkataan Daniel barusan. "Aku memiliki banyak waktu luang setiap hari, meski kugunakan untuk membantu pekerjaan rumah tangga dan merawat ibuku yang sakit. Tapi yang jelas, aku dapat bersenang-senang lebih lama daripada kau."

Wajah Martha memerah saking emosinya, sehingga membuatnya malah semakin panas. Daniel kalang kabut melihat reaksi Martha yang sedang marah, dan tanpa dia sadari kedua pipinya juga ikut memerah. "Hei, kau yak perlu marah seperti itu! Aku kan cuma bercanda!"

"Tapi kata-katamu menyinggungku, tahu!" sentak Martha.

Mata Martha berkaca-kaca. Kini Daniel benar-benar bingung harus berbuat apa. Percaya atau tidak, seumur hidup Daniel belum pernah membuat seorang gadis menangis akibat perkataannya, terutama kepada teman masa kecilnya itu. Tentu saja ia akan kehilangan muka sebagai lelaki nila hal itu terjadi.

"Jangan menangis! Banyak orang di sini!"

"Te-terserah aku! Yang menangis kan aku,b-bukan kau!" kata Martha sambil sesenggukan, air matanya mengalir turun melewati pipi hingga jatuh ke tanah.

"Iya deh, aku minta maaf...tapi, tolong hentikan tangisanmu!"

Tampaknya Martha tidak peduli dengan apa yang dikatakan Daniel. Dia terus saja meneteskan air mata seperti anak kecil yang menangis karena kehilangan mainannya. Peristiwa itu mengundang perhatian penduduk desa, mereka memandang gadis itu penuh rasa iba dan melirik lelaki di sebelahnya dengan tatapan sadis.

"Berhentilah menangis! Malu nih dilihat orang banyak!"

Bukannya menghentikan tangisannya, Martha malah semakin histeris. Semua orang ikut tenggelam dengan kesedihan gadis itu, mereka memperlihatkan kebencian pada lelaki yang telah menyakiti si gadis.

Kali ini, daniel benar-benar panik. Keringat dingin mengucur di sekitar lehernya. Dia harus memikirkan cara untuk menghentikan tangisan Martha yang semakin membuatnya gila. Kemudian sebuah ide muncul.

"Ng, bagaimana kalau kita bermain kartu saja?" tawar Daniel. Ia menyodorkan kartu-kartu itu kepada Martha.

Martha melirik kartu-kartu itu, masih terisak-isak, "Kau mau menunjukkan aksi sulapmu lagi?" kata Martha dingin.

"Iya!" jawab Daniel menyunggingkan senyum, kemudian membalikkan kartu-kartu itu sehingga menampakkan sisi bergambar abstrak. "Ambillah satu kartu, lihatlah gambarnya tapi jangan sampai diketahui olehku, kemudian kembalikan lagi ke sini!"

Sesuai instruksi dari Daniel, Martha mengambil satu kartu dari tangan Daniel. Setelah melihat dan menghafal kartu yang diambil, kemudian kartu itu dikembalikan ke tangan Daniel.

Dengan gerakan cepat, Daniel mengocok kartu-kartu itu beberapa kali. Sambil tersenyum, Daniel mengambil satu kartu dan menunjukkannya kepada Martha.

"Apakah ini kartumu?" tanya Daniel, tersenyum puas melihat Martha terpana akan aksinya.

"Bagaimana kau tahu kalau itu kartuku?"

Hei, aku ini seorang pesulap, ingat?" kata Daniel membanggakan dirinya.

"kau pikir aku bodoh, ya?" ucap Martha, tersenyum tipis. 'Trikmu itu sudah kuketahui. Saat aku mengambil kartu itu, kau mengingatnya berulang kali, juga saat aku menaruh kembali di tanganmu. Lalu kau menghitung kocokan yang kau lakukan sambil mengira posisi kartu milikku dan kau cocokkan sampai kocokan berapa kartuku pada posisi paling atas. Dan dengan berlagak, kau menunjukkan kartu itu seakan aku ini bisa kau bodohi. Begitu bukan?"

Daniel terkejut, merasa triknya bisa diketahui oleh Martha. "Bagaimana kau tahu trikku?"

Martha menyahut kartu-kartu itu dari tangan Daniel, lalu memperagakan cara Daniel mengocok kartu-kartu tersebut dengan gerakan lambat. "Itu mudah. Setiap kali mengocok, kau mengambil kartu dalam jumlah yang sama. Orang lain mungkin tidak memperhatikan hal itu karena mereka langsung percaya bahwa jumlahnya selalu berbeda. Namun aku jeli dalam mengamati setiap keanehan di sekitarku. Bagaimana, tuan pesulap?"

Daniel memberi tepuk tangan serta ungkapan selamat kepada Martha. "Hebat! Kau memang pandai melakukan analisa, dan sepertinya aku berhasil membuatmu berhenti menangis."

"Tapi aku tetap tidak mau memaagkanmu." kata Martha sinis, namun sebenarnya dia tersipu malu akan ucapan Daniel itu.

Daniel maju mendekati Martha, menyeka air mata yang masih ada di pipi Martha. Melihat aksi Daniel itu, Martha semakin malu, mukanya kembali memerah apalagi Daniel berada sangat dekat dengannya.

"Sebagai permintaan maafku, kutraktir kau segelas Root Beer di Bar sebelah." kata Daniel sambil tersenyum memperlihatkan giginya.

"Dua gelas baru mau!"

"Baik, dua gelas untukmu, nona cantik."

Martha membalas senyuman Daniel dengan senyum anggun seorang gadis, dan itu membuat Daniel senang. Mereka berdua pergi menuju Bar tepat di sebelah kanan rumah Daniel dengan bergandengan tangan. Para penduduk kembali melakukan rutinitasnya masing-masing setelah masalah itu selesai.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Followers